Minggu, 04 Mei 2014

jelaskan mengapa laporan keuangan memiliki potensi penting untuk menyesatkan selama periode perubahan harga ???



jelaskan mengapa laporan keuangan memiliki potensi penting untuk menyesatkan selama periode perubahan harga ???


Fluktuasi nilai mata uang dan perubahan dalam harga uang atas barang dan jasa merupakan karakteristik yang tak terpisahkan dalam bisnis internasional. Untuk memahami istilah perubahan harga (changing prices), kita harus membedakan antara pergerakan harga umum dan pergerakan harga spesifik, yang keduanya termasuk dalam istilah perubahan harga itu. Suatu perubahan harga umum terjadi apabila secara rata-rata harga seluruh barang dan jasa dalam suatu perekonomian mengalami perubahan. Kenaikan harga secara keseluruhan disebut sebagai inflasi (inflation), sedangkan penurunan harga disebut sebagai deflasi (deflation).
Menurut John F. Boschen dan Charles L. Weise dalam Journal of Money, Credit, and Banking (juni 2003) Bukti menunjukkan bahwa kebijakan moneter dan fiskal yang agresif yang dirancang untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pengeluaran yang berlebihan akibat pemilihan umum nasional, dan pengaruh inflasi internasional merupakan penjelasan atas penyebab timbulnya inflasi. Namun demikian permasalahannya tidaklah sesederhana itu. Perubahan harga spesifik mengacu pada perubahan dalam harga barang atau jasa tertentu yang disebabkan oleh perubahan dalam permintaan dan penawaran. Kehancuran sosial dan politik yang ditimbulkan oleh rangkaian periode hiperinflasi (ketika laju inflasi meningkat lebih dari 50 % tiap bulannya) terdokumentasi dengan baik dan hal ini menjelaskan mengapa tingkat harga yang stabil menjadi prioritas nasional bagi banyak negara di dunia, kalangan usaha juga merasakan pengaruh inflasi pada saat harga factor produksi meningkat. Meskipun perubahan harga terjadi diseluruh dunia, pengaruh terhadap pelaporan bisnis dan keuangan berbeda-beda dari satu negara ke negara lain.


DEFINISI PERUBAHAN HARGA
Fluktuasi nilai mata uang dan perubahan dalam harga uang atas barang dan jasa merupakan karakteristik yang terpisahkan dalam bisnis internasional. Untuk memahami istilah perubahan harga ( changing princes ), kita harus membedakan antara pergerakan harga umum dan pergerakan harga spesifik, yang keduanya termasuk dalam istilah perubahan harga itu. Suatu perubahan harga umum terjadi apabila secara rata-rata harga seluruh barang dan jasa dalam suatu perekonomian mengalami perubahan. Kenaikan harga secara keseluruhan disebut inflasi ( inflation ), sedangkan penurunan harga disebut deflasi ( deflation ).
Inflasi telah menjadi fakta yang penting dan tetap di hampir semua Negara di dunia. Perubahan nilai mata uang moneter bener-bener diakui para akuntan dewasa ini, tetapi tedapat pertentangan mengenai cara teoritis dan praktis untuk menyelesaikannya. Di Amerika Serikat, FASB Statetment No. 33 mangharuskan pengungkapan khusus oleh perusahaan-perusahaan besar tertentu, tetapi tidak merinci kaitan pengungkapan ini dengan laporan keuangan utama. Unit moneter yang tidak stabil adalah suatu kendala penfukuran dalam pendekatan induktif-deduktif terhadap teori akuntansi.
Selama periode inflasi, nilai aktiva yang di catat sebesar biaya akuisisi awalnya jarang mencerminkan nilai terkininya ( yang lebih tinggi ). Ketidak akuratan pengukuran ini mendistorsi (1) proyeksi keuangan yang didasarkan pada data seri waktu historis (2) anggaran yang menjadi dasar pengukuran kinerja dan (3) data kinerja yang tidak dapat mengisolasi pengaruh inflasi yang tidak dapat dikendalikan. Laba yang dinilai lebig pada gilirannya akan menyebabkan :
  • Kenaikan dalam proporsi pajak
  • Permintaan deviden lebih banyak dari pemegang saham
  • Permintaan gaji dan upah yang lebih tinggi dari pada pekerja
  • Tindakan yang merugikan dari Negara tuan rumah ( seperti pengenaan pajak keuntungan yang sangat besar )
Kegagalan untuk menyesuaikan data keungan perusahaan terhadap perubahan dalam daya beli unit moneter juga menimbulkan kesulitan bagi pembaca laporan keuangan untuk menginterpretasikan dan membandingkan kinerja operasi perusahaan yang dilaporkan. Dalam periode inflasi, pendapatan umumnya dinyatakan dalam mata uang dengan daya beli umum yang lebih rendah ( yaitu daya beli perode ini ), yang kemudian diterapkan terhadap beban terkait. Prosedur akuntansi yang konvensional juga mengabaikan keuntungan dan kerugian daya beli yang timbul dari kepemilikan kas ( ekuivalennya ) selama periode inflasi.
Oleh karena itu, mengakui pengaruh inflasi secara eksplisit berguana dilakukan karena :
  1. Pengaruh perubahan harga sebagian bergantung pada transaksi dan keadaan yang dihadapi suatu perusahaan.
  2. Mengelola masalah yang timbulkan oleh perubahan harga tergantung pada pemahaman yang akurat atas masalah tersebut.
  3. Laporan dari para menajer mengenai permasalahan yang disebabkan oleh perubahan hatga lebih mudah dipercaya apabila kalangan usaha menerbitkan iformasi keuangan yang membahas masalah-masalah tersebut.
Meskipun laju melambat, akuntansi perubahan harga tetap berguna karena efek kumulatif inflasi yang rendah dalam beberapa waktu dapat signifikan. Pengaruh distorsi inflasi masa lalu dapat juga bertahan selama bertahun-tahun, mengingat umur panjang kebanyakan harta.
  SUDUT PANDANG INTERNASIONAL TERHADAP AKUNTANSI INFLASI
Beberapa Negara telah mencoba akuntansi inflasi yang berbeda-beda. Praktik actual juga mencerminkan pertimbangan pragmitis seperti parahnya laju inflasi nasional dan pandangan yang pihak-pihak yang secara langsung dipengaruhi oleh angka-angka akuntansi inflasi. Mengamati beberapa metode akuntansi inflasi yang berbeda sangat bermanfaat pada saat menilai kondisi paling muktahir saat ini.
1.         Negara Amerika Serikat
Pada tahun 1979, FASB mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan / SFAS No.33, yang berjudul “ Pelaporan Keuangan dan Perubahan Nilai” pernyataan ini mengharuskan perusahaan-perusahaan AS yang memiliki persedian dan aktifa tetap bernilai lebih dari $125 juta atau aktiva lebih dari $1 miliyar, untuk selama 5 tahun mencoba melakukan pengungkapan daya beli konstan biaya historis sebagai kerangka dasar pengukuran dasar untuk laporan keuangan utama.
Banyak pengguna dan penyusun informasi keuangan yang telah sesuai dengan SFAS No.33 menemukan bahwa :
  1. Pengungkapan ganda yang diwajibkan FASB membingungkan.
  2. Biaya penyusunan pengungkapan ganda ini terlalu besar.
  3. Pengungkapan daya beli biaya historis tidak terlalu bermanfaat bila dibandingkan dengan biaya kini. Akhirnya diterbitkan SFAS N0.88 untuk membantu perusahaan yang melaporkan pengaruh pernyataan atas harga yang berubah dan menjadi titik awal standar akuntansi inflasi masa depan.
Perusahaan pelapor didorong untuk mengungkapkan informasi berikut untuk masing-masing dari 5 tahun terakhir :
  1. Penjualan bersih dan pendapatan operasi lainya.
  2. Laba dari opersi yang berjalan berdasarkan dasar biaya kini.
  3. Kenaikan atau penurunan dalam biaya kini atau jumlah yang dapat dipulihkan.
  4. Setiap agregrat penyesuaian translasi mata uang asing berdasarkan biaya kini, yang timbul dari proses konsolidasi.
  5. Aktiva bersih pada akhir tahun menurun dasar biaya kini.
  6. Laba per saham menurut dasar biaya kini
  7. Deviden per saham biasa
  8. Harga pasar akhir tahun perlembar saham biasa
  9. Tingkat indeks Harga Konsumen yang digunakan untuk mengukur laba dari opersi berjalan.
Panduan pengungkapan SFAS No.88 juga mencakup operasi luar negeri yang dimasukkan dalam laporan konsolidasi induk perusahaan dari AS perusahaan yang ,engadopsi dolar sebagai mata uang fungsional untuk mengukur operasi luar negerinya memandang operasi-operasi dari sudut pandang mata uang induk perusahaan.Akibatnya akun-akun operasi harus ditranslasi ke dalam dolar, kemudian disesuaikan dengan inflasi AS. Perusahaan multinasional yang mengadopsi mata uang local sebagai mata uang fungsional untuk kebanyakan operasi luar negerinya menggunakan sudut pandang mata uang local. FASB memperbolehkan perusahaan tersebut untuk mengunakan metode translasi sajikan ulang atau menyesuaikan diri terhadap inflasi luar negeri dan kemudian melakukan translasi kedalam dolar AS. Dengan demikian, penyesuai terhadap data biaya kini untuk mencerminkan inflasi dapat didasarkan pada indeks tingkat harga umum AS atau luar negeri.
2.         Negara Inggris
Komite Standar Akuntansi Inggris / ACS menerbitkan “Pernyataan Standar Praktik Akuntansi 16 / SSAP, “Akuntansi Biaya Kini” untuk masa percobaan 3 tahun pada bulan maret 1980. Meskipun SSAP 16 dibatalkan pada tahun 1988, metodologinya direkomendasikan untuk perusahaan-perusahaan yang secara sukarela melaporkan akun-akunnya yang disesuaikan terhadap inflasi. Perbedaan SSAP 16 dengan SFAS 33 adalah:
  1. Apabila standar AS mengharuskan akuntansi biaya konstan dan kini, SSAP 16 hanya mengadopsi metode biaya kini untuk pelaporan eksternal.
  2. Apabila penyesuaian inflasi AS berpusat pada laporan laba rugi, laporan biaya kini di Inggris mengwajibkan baik laporan laba rugi dan neraca biaya kini, beserta catatan penjelas.
Standar di Inggris memperbolehkan 3 pilihan pelaporan :
  1. Menyajikan akun-akun biaya kini sebagai laporan keuangan dasar dengan akun-akun pelengkap biaya historis.
  2. Menyajikan akun-akun biaya historis sebagai laporan keuangan dasar dengan akun-akun pelengkap biaya kini.
  3. Menyajikan akun-akun biaya kini sebagai satu-satuny akun yang dilengkanpi dengan informasi biaya historis yang memadai.
Dengan perlakuan keuntungan dan kerugian yang terkait dengan pos-pos moneter, FAS 33 menharuskan pengungkapan terpisah untuk tiap-tiap angka. SSAP 16 mengaharuskan dua angka yang keduanya mencerminkan pengaruh perubahan harga spesifik, yaitu, a. Penyesuai modal kerja moneter ( Monetary Working Capital Adjustment) / MWCA Mengakui pengaruh perubahan harga khusus terhadap total jumlah modal kerja yang digunakan oleh perusahaan dalam operasinya. b. Mekanisme Penyesuaian Memungkinkan pengaruh perubahan harga spesifik terhadap aktiva nonmoneter perusahaan.
3.         Negara Brasil
Walaupun tidak lagi diwajibkan akuntansi inflasi yang direkomendasikan di Brasil hari ini mencerminkan 2 kelompok pilihan pelaporan –Hukum Perusahaan Brasil dan Komisi Pengawasan Pasar Modal Brasil. Penyesuaian inflasi yang sesuai dengan hukum perusahaan menyajikan ulang akun-akun aktiva permanen dan ekuitas pemegang saham dengan menggunakan indeks harga yang diakui oleh pemerintah federal untuk mengukur devaluasi mata uang local.
Penyesuaian inflasi terhadap aktiva permanen dan ekuitas pemegang saham disajikan bersih terhadap jumlah lebih yang diungkapkan secara terpisah dalam laba kini sebagai keuntungan atau kerugian koreksi moneter. Penyesuaian tingkat harga terhadap ekuitas pemegang saham merupakan jumlah investasi pemegang saham pada awalperiode yang harus tumbuh agar tidak tertingla dengan laju inflasi. Penyesuaian aktiva permanen yang lebih kecil daripada penyesuaian ekuitas menyebabkan kerugian daya beli yang mencerminkan resiko yang dihadapi perusahan terhadap aktiva moneter bersihnya.
            BADAN STANDAR AKUNTANSI INTERNASIONAL
Secara khusus laporan keuangan suatu perusahaan yang melakukan pelaporan dalam mata uang perekonomian hiperinflasi, apakah didasarkan pada kerangka penilaian biaya historis atau biaya kini, harus disajikan ulang sesuai dengan daya beli konstan pada tanggal neraca. Aturan ini juga berlaku untuk angka terkait dalam periode sebelumnya. Keuntungan atau kerugian daya beli yang terkait dengan posisi kewajiban atau aktiva moneter bersih dimasukan kedalam laba kini. Perusahaan yang melakukan pelaporan juga harus mengungkapkan :
  1. Fakta bahwa penyajian ulang untuk perubahan dalam daya beli unit pengukuran telah dilakukan.
  2. Kerangka dasar penilaian aktiva yang digunakan dalam laporan keuangan utama yaitu penilaian biaya historis atau biaya kini.
  3. Identitas dan tingkat indeks harga pada tanggal neraca, beserta dengan perubahannya selama periode pelaporan.
  4. Keuntungan atau kerugian moneter bersih selama periode tersebut.
        ISU-ISU MENGENAI INFLASI
Terdapat 4 isu akuntansi inflasi diantaranya :
  1. Apakah dolar konstan atau biaya kini yang lebih baik mengukur pengaruh inflasi.
  2. Perlakuan akuntansi terhadap keuntungan dan kerugian inflasi.
  3. Akuntansi inflasi luar negeri.
  4. Menghindari fenomena kejatuhan ganda.

            KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN INFLASI
Perlakuan keuntungan dan kerugian pos-pos moneter (yaitu kas, piutang, dan utang) tergolong kontroversial. Penelitian kami terhadap praktik di berbagai negara mengungkapkan perbedaan yang penting dalam hal ini. Di Amerika, keuntungan atau kerugian pos-pos moneter ditentukan dengan menyajikan ulang dalam dolar konstan, saldo awal dan saldo akhir. Serta transaksi dalam, seluruh aktiva dan kewajiban moneter (termasuk utang jangka panjang), angka yang dihasilkan diungkapkan sebagai saldo terpisah. Perlakuan ini memandang keuntungan dan kerugian pos-pos moneter sebagai hal yang berbeda dari jenis pendapatan yang lain.
Sumber :
pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/files…/32026-7-316349907215.doc
http://sitimaryamah.wordpress.com/2013/04/19/pelaporan-keuangan-dan-perubahan-harga/

Kamis, 01 Mei 2014

sebutkan dan jelaskan dua metode translasi mata uang asing



sebutkan dan jelaskan dua metode translasi mata uang asing

 Jelaskan keuntungan dan kerugian translansi mata uang asing ?
Single Rate Method
Metode ini mengaplikasikan kurs tunggal, yaitu kurs yang berlaku atau kurs penutupan, untuk semua aktiva dan aktiva dan kewajiban valuta asing. Pendapatan dan beban valuta asing umumnya ditranslasikaan pada kurs yang berlaku pada saat item-item ini diakui. Meskipun begitu, untuk tujuan kelayakan, item-item tertimbang dari kurs-kurs yang berlaku untuk periode yang bersangkutan. Laporan keuangan operasi luar negeri, yang dianggap oleh perusahaan induk sebagai entitas otonom, memiliki domisisli pelaporan mereka sediri. Dimana perusahaan afiliasi asing tersebut mentransaksikan urusan bisninya yaitu dengan cara yang paling baik adalah penggunaan kurs berlaku.
Metode translasi ini memperahankan hasil keuangan dan hubungan asli (misalnya rasio-rasio keuangan) dalam laporan konsolidasi dari entitas-entitas individual yang dikonsolidasi. Dalam metode kurs berlaku. hasil-hasil konsplidasi akan mencerminkan perspektif-perspektif valuta dari masing-masing negara tempat dimana perusahaan-perusahaan anak berada. Sebagai contoh jika sebuah aktiva diperoleh sebuah perusahaan anak di luar negeri seharga VA 1,000 ketika kursnya adalah VA 1 = $1. maka biaya historisnya dari perspektif dolar adalah $1.000; dari perspektif yaluta lokal juga $1,000. Jika kurs berubah menjadi VA 5 = $1. biaya historis aset tersebut dari perspektif dolar (translas. biaya historis) tetap $1,000. Jika valuta lokal tetap dipertahankan sebagai unit pengukuran, nilai aset akan diekspresikan sebesar $200 (translasi kurs berlaku).
Metode kurs beriaku juga dipersalahkan karena mengasumsikan bahwa semua aktiva-valuta lokal dipengaruhi oleh risiko nilai tukar (yaitu. mengasumsikan bahiva fluktuasi valuta domestik yang ekivalen, yang disebabkan oleh fluktuasi kurs translasi berjalan. Mentranslasikan semua saldo valuta asing dengan kurs berlaku menimbulkan keuntungan darI Kerugian translasi setiap saat kurs berubah. Memasukkan penyesuaian nilai tukar seperti itu dalam laba berjalan bisa mendistorsikan ukuran kinerja secara signifikan. Sebagian besar keuntungan dan kerugian ini mungkin tidak pernah terealisasi secara penuh, karena kurs seringkali berganti arah sebelum realisasi terjadi.

b. Multiple Rate Method
Metode-metode kurs berganda mengkombinasikan nilai tukar berjalan dan historis dalam proses translasi. 3 metode semacam itu akan dibahas berikut ini.

1. Metode berlaku-historis.
Aktiva lancar dan kewajiban lancar sebuah perusahaan anak di luar negeri ditranslasikan kedalam valuta pelaporan perusahaan induknya dengan menggunakan kurs berlaku. Aktiva dan kewajiban non-lancar ditranslasikan dengan kurs historis. Metodologi ini, sayangnya, memiliki sejumlah kelemahan. Misalnya, metode ini kurang memiliki justifikasi konseptual. Definisi-definisi yang ada mengenai aktiva dan kewajiban lancar dan non-lancar tidak menjelaskan mengapa cara klasifikasi seperti itu menentukan kurs mana yang akan digunakan dalam proses translasi. Lebih jauh, kurs yang berfluktuasi mungkin menghasilkan translasi yang mendistorsi hasil-hasil operas! antara periode-periode akuntansi. Persediaan adalah salah satu contohnya.
Dalam kondisi nilai tukar yang memburuk, anggaplah sejumlah persediaan dikapalkan perusahaan induk di AS ke salah satu perusahaan anaknya selama kuartal ketiga tahun 1 pada saat kurs VA 1 = $1. Asumsikan juga persediaan ini tak terjual sampai akhir tahun, yaitu tanggal laporan keuangan. Persediaan ini memiliki biaya dalam dolar sebesar $100,000. Jadi, perusahaan anak tersebut akan mencatat transaksi ini dalam bukunya pada VA 100,000. perusahaan anak tersebut beroperasi dengan 50% markup atas biaya, sehingga harga penjualan persediaan tersebut adalah VA 150,000.
Jika persediaan tersebut kemudian dijual seharga VA 150,000 selama kuartal pertama tahun 2, dan kurs rata-rata selama kuartal ini adalah VA 1 = $.95, transaksi tersebutmenghasilkan $142,500. Marjin kotor dari penjualan tersebut akan dilaporkan sebesar $52,000 pada tahun 2, sedangkan, seharusnya dilaporkan $42,500—perbedaan aktual antara biaya dan harga penjualan dalam dolar AS. Dalam contoh ini,
1. Sebenarnya tidak terjadi "kerugian" valuta asing dalam tahun 1. Penurunan kurs hanya mengurangi marjin laba kotor yang awalnya diharapkan.
2. Hasil-hasil operasi yang dilaporkan untuk tahun pertama maupun tahun ke-2 terdistorsi karena metode translasi valuta asing yang tidak realistis.
Pemakaian kurs akhir-tahun untuk mentranslasikan aktiva lancar menyiratkan bahwa kas, piutang, dan persediaan valuta asing sama-sama dipengaruhi oleh risiko nilai tukar. Namun dalam situasi dimana peningkatan harga lokal dimungkinkan setelah devaiuasi, nilai persediaan terlindungi dari erosi valuta. Dengan demikian, penghapusan persediaan sebesar $10,000 dalam kasus tersebut tidak akan dibenarkan. Di sisi lain, translasi hutang jangka panjang memakai kurs historis melindungi periode-periode intern dari dampak fluktuasi valuta sedangkan tahun penyelesaiannya terbebani sejumlah keuntungan atau kerugian translasi. Banyak pengamat melihat hal ini bertentangan dengan realitas.
2. Metode moneter-nonmoneter.
Seperti halnya metode berlaku-historis, metode moneter-nonmoneter memakai pola klasifikasi neraca untuk menentukan kurs.tianslasi yang tepat.
kewajiban moneter—mewakili hak untuk menerima atau keharusan untuk membayar sejumlah valuta asing tertentu di masa depan (kas, piutang, dan hutang, termasuk hutang jangka panjang)—ditranslasikan memakai kurs berlaku. Item-item nonmoneter—aktiva tetap, investasi jangka panjang, dan persediaan—ditranslasikan memakai kurs historis. Item-item laporan laba-rugi ditranslasikan dengan menggunakan prosedur yang sama dengan prosedur yang telah dijelaskan bagi kerangka metode berlaku-historis.
Karena item-item moneter diselesaikan dalam kas, pemakaian kurs berlaku untuk mentranslasikan item-item valuta asing menghasilkan valuta domestik ekivalen yang mencerminkan nilai realisasi atau nilai penyelesaiannya.
Contoh :
Sebuah perusahaan afiliasi AS di luar negeri memiliki saldo kas valuta asing sebesar VA 1,000 yang tak berubah selama tahun yang dimaksud. Kurs selama tahun tersebut adalah sebagai berikut:
1 Januari VA 1 = $1.00
1 Desember VA 1 = $0.67
Penggunaan kurs historis (VA 1 = $1) untuk mentransiasikan saldo kas VA 1,000 pada akhir tahun akan menghasilkan dolar ekivalen $1.000. Namun. konversi saldo kas ini kedalam dolar pada akhir tahun sebenarnya (dengan mengabaikan biaya transaksi) hanya akan menghasilkan S667. bukan $1,000. Jadi dari titik pandang perusahaan induk, pemakaian kurs historis untuk mentransiasikan item-item moneter menghasilkan informasi yang kurang berguna. Karena aset-aset non-moneter dinilai pada biaya historis, translasi item-item ini dengan menggunakan kurs historis mempertahankan nilai neraca awal. Sedangkan jika yang dipakai kurs berlaku, tidak akan mempertahankan nilai neraca awal. translasi ini mengkaitkan risiko nilai tukar dengan komposisi aktiva lancar perusahaan. Metode ini juga merefleksikan perubahan-perubahan dalam valuta domestik ekivalen dari hutang jangka panjang dalam periode terjadi hutang tersebut. menghasilkan indikator efek nilai tukar yang dianggap lebih tepat waktu.
Metode moneter-nonmoneter, seperti halnya pendahulunya. bergantung pada pola klasifikasi untuk menentukan kurs translasi yang tepat. Karena translasi berkenaan dengan pengukuran dan bukan dengan klasifikasi, karakteristik-karakteristik aktiva dan kewajiban yang menentukan laporan keuangan tidak relevan dalam pemilihan kurs translasi yang tepat.
3. Metode Temporal.
Menurut pendekatan temporal, translasi valuta merupakan suatu proses konversi pengukuran (yaitu, penyajian ulang nilai tertentu). Karena itu, metode ini tidak dapat digunakan untuk mengubah atribut suatu item yang sedang diukur; metode ini hanya dapat mengubah unit pengukuran. Translasi saldo valuta asing, misalnya, hanya mengubah (restate) denominasi persediaan, tidak penilaian aktualnya. Dalam GAAP AS, aktiva kas diukur berdasarkan jumlah yang dimiliki pada tanggal neraca. Piutang dan hutang dinyatakan dalam jumlah yang diharapkan akan diterima ata'ii dibayar pada saat jatuh tempo. Kewajiban dan aktiva lain diukur pada harga yang berlaku ketika item-item tersebut diperoleh atau terjadi (harga historis). Meskipun begitu, beberapa diantaranya diukur berdasarkan harga yang berlaku pada tanggal laporan keuangan (harga berjalan), seperti persediaan dibawah aturan biaya atau pasar. Pendek kata, ada dimensi waktu yang berkaitan dengan nilai-nilai uangini.
item-item moneter seperti kas, piutang, dan hutang ditranslasikan dengan kurs berlaku. Item-item non moneter ditranslasikan dengan kurs yang sesuai dengan basis pengukuran aslinya. Secara khusus, aset yang tercatat dalam laporan keuangan valuta asing berbasis biaya historis ditranslasikan memakai kurs historis. Mengapa? Karena biaya historis dalam valuta asing yang ditranslasikan memakai kurs historis menghasilkan biaya historis dalam valuta domestik. Sama halnya, item-item non moneter yang tercatat di luar negeri berbasis nilai berjalan ditranslasikan memakai kurs berlaku karena nilai berjalan dalam valuta asing yang ditranslasikan memakai kurs berlaku menghasilkan nilai berjalan dalam valuta domestik. Item-item pendapatan dan beban ditranslasikan memakai kurs yang berlaku pada saat transaksi yang mendasarinya terjadi, walaupun pemakaian kurs rata-rata disarankan jika transaksi-transaksi pendapatan atau beban terlalu banyak.
Dalam praktik, variasi-variasi dari metode-metode translasi yang telah dibahas tadi banyak diperkenalkan untuk mengakomodasi situasi operasi dan filosofi manajemen tertentu. Sebagai contoh. beberapa perusahan internasional yang taat pada metode kurs berlaku tetapi mentranslasikan aktiva tetapnya memakai kurs historis. Perusahaan-perusahaan lain yang lazim memakai metode berlaku-historis tetapi mentranslasikan persediaan memakai kurs yang berlaku pada tanggal perolehan. Perusahaan-perusahaan yang menyukai metode moneter-nonmoneter ternyata mentranslasikan hutang jangka panjang memakai kurs historis bukannya kurs berlaku sementara perusahaan-perusahaan yang menggunakan metode temporal seringkali mentranslasikan persediaan memakai kurs berlaku.

sumber:
http://dewinurlaela.blogspot.com/2009/09/akuntansi-internasional-1.html
http://nanangleite.blogspot.com/