ETIKA
DALAM AUDITING
1.
Kepercayaan
public
Etika dalam auditing. Sebelumnya kita
menegenal terlebih dahulu pengertian auditing.auditing adalah sebuat
pengumpulan bukti – bukti maupun evaluasi yang diakhirnya mengasilkan
inforamasi yang dapat membantu menyelesaikan masalah, baik informasi yang
positif maupun negative.
Didalam pengauditan akuntansi atau
lembaga auidit sebuah etika sagat diperluakan, dikarenakan dalam pekerjaan
auditing sagatlah sensitive. Apabila dalam ausiting seseorang tidak mempunyai etika
yang baik dan dapat diinterfensi oleh orang lain, maka bisa menimbulkan tingkat
ketidak percayaan public terhadap lembaga auditing tersebut. Apalagi dalam
profesi akuntan dan auditing perananya sagatlah penting dalam msayrakat, Oleh
karena itu dalam lembaga auditing etika seseorang angotanya haruslah baik, agar
public memeliki setepmen yang positive terhadap lembaga tersebut.
2.
Tanggung
jawab auditor kepada public
The Auditing Practice Committee, yang merupakan cikal bakal dari Auditing Practices
Board, ditahun 1980, memberikan ringkasan (summary) tanggung jawab auditor:
- Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
- Sistem Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
- Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
- Pengendalian Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
- Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.
3. Tangung
jawab dasar auditor
Auditor dalam pengunaanya memliki 5 dasar tangung jawab terhadap
klien diantaranya adalah:
Munawir (1995) terhadap hasil audit
memberikan beberapa pendapat sepotong-sepotong auditor, antara lain:
- Pendapat Wajar Tanpa Bersyarat. Pendapat ini hanya
dapat diberikan bila auditor berpendapat bahwa berdasarkan audit yang
sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan adalah sesuai
dengan Prinsip
Akuntamnsi Berterima Umu
(PABU), tidak terjadi perubahan dalam penerapan prinsip akuntansi
(konsisten) dan mengandung penjelasan atau pengungkapan yang memadai
sehingga tidak menyesatkan pemakainya, serta tidak terdapat ketidakpastian
yang luar biasa (material).
- Pendapat Wajar Dengan Pengecualian. Pendapat ini
diberikan apabila auditor menaruh keberatan atau pengecualian bersangkutan
dengan kewajaran penyajian laporan keuangan, atau dalam keadaan bahwa
laporan keuangan tersebut secara keseluruhan adalah wajar tanpa kecuali
untuk hal-hal tertentu akibat faktor tertentu yuang menyebabkan
kualifikasi pendapat (satu atau lebih rekening yang tidak wajar).
- Pendapat Tidak Setuju. Adalah suatu pendapat bahwa
laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil
operasi seperti yang disyaratkan dalam Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Hal ini diberikan auditor karena pengecualian
atau kualifikasi terhadap kewajaran penyajian bersifat materialnya
(terdapat banyak rekening yang tidak wajar).
- Penolakan Memberikan Pendapat. Penolakan memberikan
pendapat berarti bahwa laporan audit tidak memuat pendapat auditr. Hal ini
bisa diterbitkan apabila: auditor tidak meyakini diri atau ragu akan
kewajaran laporan keuangan, auditor hanya mengkompilasi pelaporan keuangan
dan bukannya melakukan audit laporan keuangan, auditor berkedudukan tidak
independent terhadap pihak yang diauditnya dan adanya kepastian luar biasa
yang sangat memengaruhi kewajaran laporan keuangan.
- Pendapat Sepotong-sepotong. Auditor tidak dapat memberikan pendapat sepotong-sepotong. Hasil auditnya hanya akan memberikan kesimpulan bahwa laporan keuangan yang diaudit secara keseluruhan.
4.
Independensi auditor
Dalam menjadi seorang auditor sikap independen haruslah ada
didalam diri auditor, hal itu dikarenakan agar seorang auditor tidak mudah
dikendalikan diinterfensi oleh
lemabagaoleh orang laian ataupun lembaga lain.
Carey dalam Mautz mendefinisikan
independensi akuntan publik dari segi integritas dan hubungannya dengan pendapat akuntan atas
laporan keuangan. Independensi meliputi:
1. Kepercayaan terhadap diri
sendiri yang terdapat pada beberapa orang profesional. Hal ini merupakan bagian integritas
profesional.
2. Merupakan istilah penting yang mempunyai arti khusus dalam
hubungannya dengan pendapat akuntan publik atas laporan keuangan. Independensi
berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak
lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya
kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya
pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan
dan menyatakan pendapatnya.
Indenpendensi sendiri adalah suatu
penilaian atas percayaan maunpun tidak kepercayaan public terhadap lembaga
auditor. Dalam pengauditan sendiri indenpendensi memilik beberapa macam antara
lain:
I.
Independensi sikap mental
Independensi sikap mental berarti adanya
kejujuran di dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya
pertimbangan yang obyektif tidak memihak di dalam diri akuntan dalam menyatakan
pendapatnya.
II. Independensi
penampilan.
Independensi penampilan berarti adanya
kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak independen sehingga akuntan
publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat
meragukan kebebasannya. Independensi penampilan berhubungan dengan persepsi
masyarakat terhadap independensi akuntan publik.
III.
Independensi praktisi (practitioner independence)
Selain independensi sikap mental dan
independensi penampilan, Mautz mengemukakan bahwa independensi akuntan publik
juga meliputi independensi praktisi (practitioner
independence) dan independensi profesi (profession
independence). Independensi praktisi berhubungan dengan kemampuan praktisi
secara individual untuk mempertahankan sikap yang wajar atau tidak memihak
dalam perencanaan program, pelaksanaan pekerjaan verifikasi, dan penyusunan
laporan hasil pemeriksaan. Independensi ini mencakup tiga dimensi, yaitu
independensi penyusunan progran, independensi investigatif, dan independensi
pelaporan.
IV. Independensi
profesi (profession independence)
Independensi profesi berhubungan dengan
kesan masyarakat terhadap profesi akuntan publik.
5.
Peraturan pasara modal dan regulator mengenai indenpendensi akuntan public
Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya
adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang
material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor
merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila
keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal
auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia
harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar
auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia.Standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia mengharuskan auditor menyatakan apakah, menurut pendapatnya, laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dan jika ada, menunjukkan adanya ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar